31/05/09

MENGENAL SIBINGKE LEBIH DEKAT

PENDAHULUAN

Nama Sibingke banyak diartikan orang diambil dari kata “SINGKE” sejenis binatang yang saya juga tidak tahu dalam bahasa Indonesia disebut apa. Itu menurut banyak orang, mungkin benar karena jenis binatang ini banyak ditemukan didaerah ini. Daerah yang menjadi salah satu desa di Kecamatan Pangaribuan, yang akan menjadi desa pertama yang akan menyambut semua orang yang akan berkunjung ke daerah ini. Wajar memang apabila melakukan perjalanan via Tarutung atau Siborong-borong desa sibingke menjadi pintu masuk menuju lokasi pangaribuan. “Selamat Datang di Kecamatan Pangaribuan akan menjadi suguhan pertama saat saat memasuki daerah yang menjadi perbatasan antara kecamatan Pangaribuan dan Kecamatan Sipahutar. Desa yang sudah sangat lama ada atau berdiri ini memiliki banyak hal yang unik dan menarik untuk diketahui. Desa yang banyak penduduknya tidak mengetahui kapan awal berdirinya perkampungan ini, karena memang daerah perkampungan sangat jarang menurunkan hal-hal kecil seperti kapan berdirinya suatu daerah yang sebenarnya bisa jadi menjadi hal yang sangat besar. Tapi bagaimanapun itu, pasti ada beberapa orang terutama orang tua yang mengetahui banyak hal tentang daerah ini.

KEADAAN ALAM
Sibingke yang menjadi salah satu desa di Provinsi Sumatera Utara terletak di daerah pegunungan yang dikelilingi oleh jurang, itulah salah satu keunikan dari daerah ini, karena kiri kanan, depan belakang, semua lokasi/areal akan berujung dengan jurang yang cukup curam. Tapi tetap masih bisa dibilang aman, karena pengaturan daerah pemukiman dan areal pertanian dibuat sedemikian rupa dan diupayakan untuk tidak terlalu dekat dengan jurang.
Selain dikelilingi jurang, desa ini juga menjadi pintu masuk bagi beberapa desa di Kecamatan Pangaribuan, apabila digambarkan sebagai daerah bisnis, desa ini sangat cocok untuk dikembangkan menjadi lokasi bisnis. Karena selain menjadi pintu masuk pilihan utama bagi semua masyarakat Pangaribuan, juga menjadi Pintu masuk utama bagi dua desa, yaitu Desa Parlombuan dan Desa Sigotom yang tergolong sebagai desa dengan hasil pertanian yang melimpah.
Rata-rata daerah di Kabupaten Tapanuli Utara atau bahkan di Indonesia, dikelilingi oleh sungai, demikian juga dengan daerah sibingke, ada beberapa sungai yang mengelilingi daerah ini, yaitu:

1. Rura (sungai) Simanuban, terletak didaerah perbatasan Sibingke dan Sigotom dan menjadi sungai yang paling banyak dikunjungi, karena selain sungainya jernih dan bersumber dari pegunungan, sungai ini juga terletak dipinggiran jalan dan bertekstur lumayan bagus, walau jalan menuju sungai ini agak curam. Sungai ini akan menjadi sangat ramai apabila musim kemarau, karena harus diakui air menjadi salah satu masalah besar yang belum terpecahkan di desa ini dari dulu, mengingat jarak antara sungai dan daerah pemukiman sangat jauh (tinggi).
2. Aek (Sungai) Bulu, disebut demikian, karena sungai ini terletak dekat dengan area pemukiman yang diberi nama Huta Bulu. Sungai ini tidak sejernih Rura SImanuban, dan telah melewati beberapa desa di Kecamatan Pangaribuan sebelum sampai di Desa Sibingke. Tempatnya strategis dan banyak dimanfaatkan penduduk sebagai daerah pemandian dan penambangan pasir. Sungai ini juga dengan nama yang berbeda akan ditemui di belakang pusat dari desa Sibingke (Sosor SIbingke), kebanyakan penduduk daerah ini menyebutnya Rura Pudi-Pudi, karena memang terletak tersembunyi di daerah belakang pemukiman penduduk yang lumayan jauh ke bawah. Dulu sungai ini sangat ramai dikunjung apalagi hari minggu, sebagai tempat mencuci kain dan sebagainya. Namun sekarang sudah sangat jarang bahkan tidak pernah.
3. Aek Laccinok, penulisannya mungkin tidak seperti itu, tapi begitulah kami menyebutnya. Sungai yang berada di daerah perbatasan Sibingke dan Onan Tukka (daerah sipahutar). Tidak terlalu banyak dikunjungi, hanya sebagian dari anak muda saja yang memanfaatkan sungai ini sebagai daerah pemandian. Sungai ini lebih banyak digunakan sebagai tempat pencucian mobil dan sejenisnya.
Alam Desa Sibingke masih cukup alami mengingat masih banyaknya daerah hutan yang masih alami dan belum terjamah. Jajaran bukit barisan juga masih menjadi pelindung bagi daerah ini. Begitupun, daerah ini sudah perlu untuk was-was melihat banyaknya penduduk yang melakukan penebangan hutan-hutan kecil atas nama perorangan. Karena sudah mulai terasa imbas dari pemanasan global dan kerusakan alam ke desa ini.

KEADAAN WILAYAH
Dengan luas wilayah seluruhnya 12 Km2 atau sekitar 2.61 % dari luas daerah Kecamatan Pangaribuan secara keseluruhan . Dari total luas daerah Sibingke, digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
• 88 ha areal persawahan yang terletak diberbagai titik.
• 957 ha areal tanah kering, baik yang sudah digunakan maupun yang belum dimanfaatkan.
• 80 ha merupakan areal pemukiman
• Dan lain-lain 75 ha.
Sesuai dengan catatan Badan Pusat Statistika kecamatan Pangaribuan tahun 2006, desa sibingke berjarak tidak terlalu jauh dari ibukota kecamatan. Jaraknya sekitar 4 (empat) km apabila dihitung dari kantor kepala desanya.
Disini juaga akan dijelaskan, bahwa desa ini memiliki beberapa system dalam menetapkan areal pemukiman. Yang berdasarkan area pemukimannya, desa ini akan dikelompokkan menjadi beberapa bagian (dari yang paling jauh), yaitu:
• Rinangolngolan, areal ini merupakan yang paling jauh dan sarana trasnportasi masih sangat payah, melihat kondisi jalan masih sangat kurang memadai. Didiami oleh pendatang ke desa Sibingke, seperti marga Sianturi, Siburian, Simatupang, Silitonga dan Aritonga serta Tambunan.
• Huta Bagasan, asal muasal dari desa Sibingke bermula di lokasi ini. Merupakan jalan masuk bagi penduduk Rinangolngolan. Dan hanya didiami oleh Marga Pakpahan, di areal ini lah terdapat gereja tertua di Desa ini, HKBP sibingke yang pada awalnya berlokasi di pinggiran jalan besar. Selain itu, terdapatnya Pohon beringin besar “JABI-JABI”yang sudah sangat tua. Bahkan diakui sudah ada sebelum desa Sibingke ada. Di akui juga, bahwa Jabi-Jabi ini menjadi penyokong areal pemukiman penduduk huta bagasan.
• Harianja, dinamakan demikian karena memang, awalnya disediakan bagi pendatang yang bermarga Harianja. Lokasinya dekat dengan jalan tapi tidak mengikuti arul jalan utama. Namun diatur dalam satu areal yang memang sangat banyak ditemui di daerah pedesaan di Indonesia.
• Sosor Sibingke, merupakan pusat desa Sibingke, yang berada di sepanjang jalan utama. Walau memang tetap ada sebagian yang mengumpul sebagai cabang dari areal ini.
• Banjar balige, lokasi pemukiman yang awalnya diberikan bagi kelompok pendatang yang sebenarnya masih kerabat dari masyarakat desa ini (masih satu rumpun marga).
• Huta Bulu, lokasi pemukiman yang sedikit tersembunyi, tapi dekat dengan jalan utama.
• Ada beberapa areal pemukiman lagi yang memang menjadi lokasi mula-mula penduduk ketika menjalani kehidupan di desa ini. Penduduk yang tinggal di areal sepanjang jalan utama, merupakan pindahan dari daerah mula-mula ini dan juga Huta Bagasan dan Huta bulu. Tapi tetap Huta Bagasan menjadi awal mula perkampungan di Sibingke.

KEHIDUPAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT
1. PERTANIAN
Sebagian besar penduduk di Kec.Pangaribuan hidup dari hasil sumber pertanian. Termasuk Sibingke yang apabila dibandingkan dulu dengan sekarang sudah mengalami banyak kemajuan yang cukup signifikan. Dulu desa sibingke dicap sebagai “SIBINGKE NALOSOK”oleh penduduk desa tetangga, mungkin itu memang cocok untuk keadaan penduduk saat itu. Walau memang ungkapan itu belum tentu benar, karena dari zaman kakek nenek kami, kehidupan di desa ini sudah lumayan, walau memang harus diakui masih tetap ada penduduk yang kurang mampu, tapi tidak sampai menderita dan mengalami nasib kelaparan atau kekurangan bahan pangan.
Hampir 95 % penduduk Sibingke merupakan petani, bahkan masyarakat dengan profesi lain seperti Guru, Bidan, dan PNS kantor pemerintahan juga hidup sebagai petani. Jadi bisa dibayangkan bagaimana Sibingke dikala musim kerja di Sawah atau Ladang. Dari segi hasil tani, belum ada sesuatu yang khusus di hasilkan apabila diperbandingkan dengan desa lain. Adapun hasil pertanian yang paling banyak ditemukan adalah:
• PADI
Hasil utama yang dikelola sekali setahun, dan hasil nya sebagian besar digunakan sebagai stok panagn untuk satu tahun. Tapi sebagian penduduk juga menjualnya berupa beras, tapi tetap dengan perhitungan bahwasanya stok bahan pangan untuk satu tahun sebelum panen tahun berikutnya tiba cukup.
Desa Sibingke pada tahun 2006, memproduksi Padi (dari sawah) sebesar 465.09 Ton, apabila dihitung produksi per Ha lahan sawah, berkisar 52.85 Ton dan masih berada dibawah rata-rata produksi padi seKec.Pangaribuan 55.35 Ton/Ha.
Selain lahan sawah, ladang juga diupayakan untuk menghasilkan padi, dan untuk tahun 2006 berdasarkan perhitungan BPS. Sibingke memproduksi Padi sebesar 140.37 ton, hasil ini masih lebih besar dari rata-rata produksi padi dari ladang se kecamatan Pangaribuan.
• KOPI SIGARAR UTANG/ PELLET.
Sebutannya di desa ini atau di Pangaribuan secara umum adalah demikian. Kopi yang antara masa tanam sampai dengan masa panen tidak terlalu lama (Kurang lebih 1.5 tahun), menjadi tanaman menghasilkan yang semua keluarga menanamnya. Dari hasil panen kopi inilah penduduk berharap dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya selain dari sumber tani lain. Sesuai catatan BPS tahun 2006, desa Sibingke menghasilkan 53.91 Ton kopi jenis ini dari luas lahan 53.65 Ha (lahan menghasilkan). Total lahan kopi 93 Ha. Sementara Produksi pangaribuan dari lahan seluas 2821 Ha adalah 1635.47 Ha.
• KACANG-KACANGAN
Seperti kacan merah, kacang tanah, kacang kuning.
• JAGUNG
• NENAS,
Hanya diusahakan oleh beberapa penduduk saja.
• KOPI ROBUSTA
Tidak terlalu banyak lagi dijumpai di desa ini, dan sudah banyak diganti dengan Kopi sigarar utang.
• SAYUR-SAYURAN
Desa Sibingke terkenal dengan penghasil sayur, untuk konsumsi masyarakat pangaribuan. Sistem pertaniannya adalah kecil-kecilan, atau bahkan dibiarkan tumbuh disela-sela tanaman lain. Begitupun, sayur telah banyak membantu perekonomian sebagian kecil masyarakat yang mengusahakannya.
• CABE
Hasil tani ini mulai diperkirakan bakal mendobrak pertanian desa Sibingke, dengan keberhasilan beberapa penduduk, diharapkan membawa dampak bagi penduduk lain untuk belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain.
2. PETERNAKAN
Di desa sibingke, peternakan hanya dilakukan secara kecil-kecilan, dan dikelola oleh hampir semua keluarga. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan bisnis Peternakan menjadi salah satu kendala yang menyebabkan tidak beraninya masyarakat. Ternak yang paling banyak diusahakan masyarakat.
• BABI
Peternakan babi tidak terlalu besar, hanya beberapa keluarga yang mengusahakan, dan menurut catatan BPS tahun 2006, sejumlah 71 ekor terdapat ternak babi di desa Sibingke. Apabila dilakuakn penghitungan kembali tahun ini, lebih dari 200 ekor babi mungkin dapat ditemukan di desa ini. Peternakan babi sebenarnya sangat menjanjikan untuk dikelola. Tapi masyarakat desa Sibingke lebih concern dengan pertanian yang hampir memakan semua waktu kerja penduduk.
• KERBAU
Jumlah ternak kerbau di Desa Sibingke hanya beberapa ekor saja, dan tidak banyak yang memiliki ternak ini.
• UNGGAS (AYAM)
Hampir setiap keluarga di desa Sibingke menjalankan bisnis ternak ayam. Dan kebanyakan dijalankan hanya untuk konsumsi sendiri. Walau memang ada sebagian orang yang menjualnya.
3. PERDAGANGAN BESAR DAN KECIL
Terdapat 14 penduduk yang mengusahakan usaha dagang di Desa Sibingke, baik sebagi pedagang eceran, maupun sebagai pedagang besar. Yang menjadi perantara masyrakat, untuk memasarkan hasil bumi dari desa Sibingke. Ini masih baru dijalankan di Sibingke, karena sebelumnya masyarakat masih menjual produksi hasil tani ke pedagang dari desa tetangga.
4.USAHA TAMBANG PASIR
Usaha ini dijalankan oleh 2 keluarga yang menjadikan Aek Bulu dan Rura Simanuban sebagai lahan galian. Produksi pasir tersebut dijual kepada pengusaha bisnis bahan bangunan di Pangaribuan. Bisnis ini sebenarnya tidak terlalu didukung untuk dijalankan di Desa ini, akan tetapi karena masih kuatnya system adat yang menyebutkan bahwa area itu adalah hak dari perorangan, menyebabkan sulitnya untuk dicegah.

KEPENDUDUKAN
Dengan jumlah penduduk sekitar 936 jiwa (sesuai data BPS tahun 2006) dengan tingkat kepadatan penduduk 78 jiwa/ km2. Dibawah ini akan dijelaskan perincian kependudukan di desa ini (sesuai data tahun 2006):
• Laki-laki : 492 Jiwa
• Perempuan : 444 Jiwa
• Jumlah Rumah Tangga : 199 RT
• Rata-rata/ Rumah Tangga : 5 orang
• Jumlah Rumah Tangga yang dinyatakan masih dalam status miskin : 76, dengan anggota rumah tangga miskin 306 jiwa.

AGAMA
Dari segi Agama, penduduk desa ini mayoritas beragama Kristen Protestan (sekitar 90%), dan sisanya adalah Kristen Katolik yang banyak dianut oleh masyarakat daerah bagian Rinangolngolan. Tidak jelas tahun berapa tepatnya agama Kristen protestan memasuki desa ini, namun apabila dilihat dari umur gereja HKBP sebagai gereja pertama dan gereja yang memiliki jemaat paling banyak di desa ini. Desa ini sudah sangat lama mengenal Agama Kristen Protestan dan menyakininya. Namun tak jelas juga bagaimana proses masuknya gereja-gereja lain seperti yang disebutkan dibawah. Namun apabila ditinjau ulang kembali, factor masuknya pendatang mungkin menjadi salah satu factor utama berdirinya gereja-gereja lain. Selain itu perselisihan antar penduduk juga menjadi salah satu penyebab utama dan lumayan kuat dijadikan sebagai alasan diluar alasan yang pertama.
HKBP sebagai gereja suku, yang diartikan oleh orang banyak sebagai gerejanya Suku Batak Toba, yang walaupun pada kenyataanya merupakan singkatan dari nama 4 orang missionaries yang pernah datang ke tanah Batak. Awalnya gereja HKBP bertempat di daerah pinggiran jalan utama, tepatnya lokasi SD N 173206 sekarang, namun entah tahun berapa dipindahkan ke daerah Huta Bagasan.
Total tempat ibadah di desa ini ada sebanyak 7 gereja dengan perincian sebagai berikut;
• HKBP (1)
• HKI (2)
• PENTAKOSTA (2)
• GBI (1)
• KATOLIK (1)

PENDIDIKAN
Awalnya di desa ini, terdapat 2 SD, yaitu ; SD N. 173206 (sekolah pertama) dan SD N. 177043.
SD N. 177043 ini sudah lebih dari 10 tahun terakhir ditutup. Alasan utamanya adalah masalah kekurangan tenaga pengajar, awalnya dua sekolah ini hanya digabungkan dengan membagi kelas. Namun kedepannya, karena krang efisiennya metode seperti itu, berakhir dengan penggabungan secara permanen. SD N.177043 resmi ditinggalkan dan dibiarkan kosong dan tidak terurus lagi hingga kini. Padahal bangunan sekolah tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sarana lain untuk mendukung kinerja desa ini, seperti Puskesmas atau sanggar Karang Taruna desa.

Setelah dua SD tersebut tidak ada lagi sekolah lain di desa ini, bagi semua anak sekolah yang ingin melanjutkan pendidikan ke SLTP harus menjalani sekitar 5 km lagi ke pusat kec.Pangaribuan, karena itu merupakan sekolah lanjutan tingkat pertama yang terdekat dengan desa. Total 5 SLTP terdapat di kec.Pangaribuan, namun anak sekolah dari Sibingke memilih SLTP N. 1 Pangaribuan sebagai sekolah lanjutannya, dan bagai sebagaian kecil saja yang berani melanjutkan pendidikan di luar daerah. Sementara untuk SMA, pelajar-pelajar dari Sibingke mulai menentukan beragam pilihan, walau memang terdapat juga SMA di kecamatan, tak sedikit juga yang berniat untuk mulai mengenal dunia luar dan mulai belajar mandiri dengan menjadi orang asing di daerah atau kabupaten/ kota lain, seperti: Balige, Tarutung, Siantar ataupun Medan. Ini menjadi tahap awal dari keberhasilan anak-anak Sibingke untuk menguatkan tekad dalam mengecam pendidikan yang lebih tinggi hingga bangku perguruan tinggi, walau memang jumlahnya hanyalah beberapa orang saja.
Masalah pendidikan, desa Sibingke mempunyai segudang masalah yang memang wajar jika dikaitkan dengan kenakalan remaja. Masalah merokok, bolos sekolah dan berusaha menghindar dari tugas untuk membantu orang tua sehabis jam sekolah. Miris memang kelihatannya, tapi itu bukanlah hal yang asing di desa ini. Dari dulu hingga sekarang masalah yang satu ini selalu diwariskan ke generasi berikutnya. Dan tidak sedikit juga putra-putri daerah yang berhenti di tengah jalan, tanpa menyelesaikan sekolah yang sudah sempat dijalani.
Tingkat buta huruf atau buta aksara, di desa ini hanya beberapa orang saja, dan itupun hanya sebagian kecil dari orang tua yang sudah berumur 60 an keatas.

KUALITAS SARANA DAN PRASARANA
Terdapat beberapa sarana dan prasarana yang cukup vital di desa ini diantaranya sudah disebutkan di pembahasan-pembahasan sebelumnya, adapun sarana dan prasarana tersebut adalah:
a. Sekolah
Terdapat 2 (dua) sekolah pendidikan dasar. Dimana satu diantaranya sudah di non aktifkan.
Tenaga pengajar yang menangani sisa satu sekolah, walaupun status sebagian pengajar masih atasa nama sekolah yang sudah ditutup. Terdapat 9 tenaga pengajar di sekolah ini dengan kepala sekolah 1 (satu) orang dan pegawai 1 (satu) orang.
b. Puskesmas
Fasilitas ini baru disediakan pada tahun 2007, dan apabila ditinjua kembali penggunaannya, belum terlalu aktif. Karena apabila ditinjau kembali masalah penetapan lokasi, adalah sebuah kesalahan menempatkannya di salah satu pusat pemukiman yang berada di ujung desa (huta bulu). Mungkin karena alasan terlalu jauh atau karena alasan lain, PUSKESMAS ini belum maksimal penggunaannya.
Di desa Sibingke terdapat 1 (satu) orang bidan, yang sudah cukup lama ditugaskan sebagai Bidan Desa, Bidan inilah yang menjadi tenaga medis yang menangani semua masyarakat desa.
c. Kantor Kepala Desa
Kantor kepala desa, desa Sibingke terdapat di daerah Sosor Sibingke. Rumah kepala desa langsung dijadikan sebagai kantor.
d. Sarana Jalan
Kualitas jalan di daerah ini bisa dikatakan sudah dalam keadaan bagus, terakhir kali diperbaiki pada tahun 2008 yang lalu. Jalan utama ini memang merupakan bagian dari jalan umum yang dicanangkan untuk digunakan sebagai jalan lintas Sumatera.
e. Jembatan Penghubung
Terdapat jembatan buatan masyarakat yang menghubungkan daerah Huta Bagasan dengan Rinangolngolan, dan merupakan jalan utama bagi penduduk setempat.

HUBUNGAN SOSIAL MASYARAKAT
Sama seperti daerah lain di Kabupaten Tapanuli Utara, masalah social masyarakat di daerah ini tidak akan pernah bisa dilepaskan dari masalah adat, yang memang sangat erat kaitannya dengan kehidupan social masyarakat desa. Daerah yang pada awalnya didiami oleh penduduk bermarga PAKPAHAN HUTANAMORA, dan membuka diri dengan menerima masyarakat bermarga lain. Inilah yang pada akhirnya disebut sebagai masyarakat tetap daerah ini hingga sekarang yang apabila dihitung dari generasi pertama, sudah puluhan generasi telah menikmati hidup di daerah ini.
Adapun marga yang ada di desa ini adalah:
• PAKPAHAN, menempati hampir sebagian besar lokasi pemukiman, kecuali daerah Lumban Harianja dan Rinangolngolan.
• HARIANJA
• TAMBUNAN (Satu Keluarga Saja)
• SIMATUPANG
• SIANTURI
• SIBURIAN
• NAPITUPULU
• SIMANGUNSONG (satu keluarga)
• SEMBIRING (satu keluarga)
. SITINJAK

Menggambarkan hubungan sosial di daerah ini, sama jika ingin membandingkan masalah social di daerah lain. Perselisihan dan pertengkaran sering kali terjadi yang akibatnya seringkali menimbulkan perpisahan dalam adat. Walaupun itu dalam sebuah keluarga besar, masalah sosial yang satu ini adalah masalah yang paling susah dalam menemukan jalan keluarnya.

"bahan bacaan : Kecamatan Pangaribuan dalam Angka Tahun 2007, dipublikasikan oleh BPS Tapanuli Utara"

Anda yang Ke....