Lagu Rinto Harahap, yang dinyanyikan kembali Rio Febrian, salah satu penyanyi idola saya mengiringi suasana hatiku yang sedari tadi gundah, ada perasaan dalam hatiku yang benar-benar tidak karuan, berualang kali aku coba menghubungi nomor seseorang yang sudah berhasil membuat aku hampir gila karena lelah berfikir kata apa yang cocok aku utarakan ke dia. Karena tidak pantas lagi aku mengulur-ulur waktu hingga saat yang tidak bisa aku tentukan, “sekarang atau tidak sama sekali”, pikirku dalam hati. Lama aku coba hubungi cia, tetap saja dia tidak mengangkat teleponku. Alternatif lain, terpaksa aku sms.”Cia, kapan kamu tidak lagi sibuk, tolong segera hubungi, ada yang mau aku ngomongin”. Tak lama ada balasan dari cia, yang meminta untuk aku hubungin sekarang. Hampir 1 jam aku ngobrol tentang banyak hal dengan dia, dan sudah tidak terhitung lagi berapa banyak kata sayang yang keluar dari bibirku. “Cia, aku hanya mau tahu, apa kamu memiliki dan berharap juga sama seperti aku berharap bisa mendapatkan sedikit ruang di hatimu?”, sangat rapi pertanyaan itu keluar dari mulutku, walau dengan sedikit terbata-bata. Tapi tetap nuansa romantisnya tetap kuat sejalan dengan ciri khas yang sudah melekat dalam diriku. “Aku hanya ingin mendengar jawaban dari pertanyaan itu, aku tidak membutuhkan sesuatu atau lebih!”, aku coba menegaskan. Sudah cukup lama aku mencoba untuk mengartikan apa saja yang sudah kami lewati hingga aku nekat menjumpai dia ke Jakarta, semua awalnya tidak pernah terpikirkan akan seperti ini, namun apapun mungkin terjadi dan perasaan ku padanya kini telah berubah. Pada awalnya kau cukup berbangga diri dengan anggapan sesaat yang sangat kuat, dimana dia kemungkinan besar mengharapkan kehadiranku juga dalam hidupnya. Tapi ternyata kata sayang yang sering dia utarakan masih ingin dia telaah lagi, tak ada jawaban dari bibirnya menerima aku atau menolak aku. Cukup membuatku tertekan dan mencoba menerima kenyataan bahwa semuanya masih butuh waktu yang lama seperti yang dia inginkan, tapi kini keyakinkan ku sudah mulai goyah dan ingin membiarkan segala sesuatunya kembali bekerja hingga normal adanya.
Berawal dari pertemuan yang sangat tidak terduga di bulan juni, awal bagiku memulai kehidupan di kota jambi. Komunikasi yang ekstra membuat suasana nyaman diantara kami makin kuat, tak jarang dia mengeluarkan kata-kata yang bagus dan sedikit membuatku merinding, pembicaraan kami juga bukanlah obrolan yang panas yang tidak layak kami obrolkan, kadang issue yang sedang terjadi di Indonesia juga menjadi salah satu topic dikala kami sudah kehabisan akal untuk mencari topic yang pantas untuk dibahas. Aku mengenal dia sebagai orang yang baik dan berhati tulus ingin mengenalku lebih dalam, dan aku juga demikian, ingin mengenal sosok yang sampai berbulan-bulan dekat melalui suara. Bagaiman parasnya aku tidak pernah perduli ketika dia sesekali mencoba menjelaskan bagaimana tinggi, warna rambut atau betisnya, obrolan yang cukup murahan bagiku yang sering berdampak pada redupnya kedua bola mataku. Bukan tidak mungkin aku lupa akan apa yang dia utarakan tentang dia karena otak ku sudah kekuarangan oksigen yang efeknya sangat kuat sampai-sampai mataku terlelap. Itu hanya sedikit pengalaman lucu kami ketika diawal-awal perkenalan ku dengan dia.
Perempuan yang sampai berbulan-bulan mencoba kukenali dengan sungguh-sungguh yang berujung pada keingintahuan siapa dia sebenarnya yang selalu berusaha mencuri kesempatan mendengarkan suaraku mendendangkan satu bait lagu kesukaanya. Rasa penasaranku semakin memuncak takkala dia mengutarakan kata per kata yang benar-benar sejalan dengan apa yang menjadi visi dan misi ku ke depan.
Hahh,,….
Gadis yang entah darimana bisa datang tiba-tiba, kini telah merasuki sebagian hatiku yang masih gersang dan belum ingin disiram dengan air penyejuk dahaga yang dingin. Tidak jarang, aku melukai hatinya dengan perkataanku yang memang kadang lari dari batas kewajaran, tapi sekalipun demikian dia selalu mau memaafkan itu, tidak hanya sebatas dua atau tiga kali hal itu terjadi. Lucu memang jika terlalu lama dipikirkan berbulan-bulan hidup hanya berhubungan lewat suara, tanpa aku tau siapa dan darimana dia. Keinginan untuk bisa menjumpai dia selalu ada dalam setiap kesempatan, namun langkah kesana seakan berat karena banyaknya pemikiran yang sering mengganggu, yahh misalnya saja, “Apa iya, dia mau jumpa sama ku?, dan apa iya juga, dia tidak akan kecewa melihat aku seperti ini?”, ini sering jadi pernyataan yang tak terjawab dalam benakku, yang kadang aku ingin tanyakan langsung tapi kemungkinan untuk berhasil akan sulit.
Pertemanan kami yang sudah cukup lama yang terjalin baik lewat telepon namun belum bisa direalisasikan untuk jumpa, pada akhirnya memasuki titik terang yaitu mencoba kembali membahas apa yang saat ini sudah menjamur dimasyarakat dari anak kecil hingga kakek-kakek, media penghubung dan jejaring social FB. Saya tidak pernah membayangkan hidup di kota besar tapi tidak mempunyai akun nya. Bagiku lucu saja, tapi dia tetap santai dengan gayanya.”Apa sih guna FB itu?, habis-habisin waktu saja!”, katanya. Sontak aku ngakak tertawa dan berkesempatan untuk meledek dia. Yang entah dibuat-buat atau tidak, mengaku tidak memiliki akun FB. Dia tetap santai dengan semua ejekan saya, yang sebenarnya bukan mau jatuhin dia.
“Jadi gimana ni, masih mau lihat aku gak?”, aku coba pancing, siapa tau dengan itu dia bisa tertarik buka akun dia. “Ntar ja deh, aku lagi sibuk banget ni di kantor!”, jawabnya. Sontak saya terkejut dengan alasan yang dipaksa nyambung ini. “Hahh,!!, apa hubungannya buat akun dengan sibuk di kantor?, emang bikin akun FB sama rumitnya kek bikin KTP?”, pikirku dalam hati. “Yasudah, kalau kamu sibuk, biar aku yang bikinin deh!” aku coba nawarin option lain. Entah dia bingung atau hanya pura-pura bingung, cia mencoba untuk menolak dengan alasan basi. “Gak usah, aku saja ntar yang bikin, tapi belum sekarang ya”, jawabnya dengan nada sedikit serius. Aku coba menanggapi dengan suara yang sedikit memelan, “Ok, aku tunggu deh, gak masalah kalau cuman nungguin itu, lagian aku gak perduli kok sama FB mu, tapi daripada kamu mati penasaran pengen tahu siapa aku temanmu yang sudah berbulan-bulan jadi teman ngobrolmu, lihat saja akun ku, ini email ku, abc_def@yahoo.com”. Pembicaraan malam itu berakhir dengan sms terakhir email itu. Tak ada tanggapan lagi, dan akupun beranjak tidur berhubung sudah malam juga.
Seminggu setelah itu, aku tak pernah lagi mendengar khabar dari cia. Dia memang cukup aneh, selalu datang dan pergi tiba-tiba. Dan memang benar, setelah 7 hari itu dia tidak pernah kirim pesan atau hubungin aku lagi, sore itu tiba-tiba dia sms minta bantuan. “Gi, bikin email sekalian create akun FB aku dong. Terserah apa emailnya, yang penting ada dulu deh!”,benar-benar aneh memang ini cewek, pikirku dalam hati, begitupun aku tetap senang bisa bantu dia, jadi tidak sulit atau harus nunggu berjam-jam untuk membuatkan satu akun FB sama cia. Akun-nya telah jadi dan selanjutnya saya serahkan ke cia untuk melanjutkan apa yang harus dilanjutkan, namun ternyata aku cukup kecewa karena apa yang sudah kukerjakan tidak segera dia lanjutkan, buktinya sampai sekarang belum ada photo dia di akun tersebut. Hanya maaf yang selalu dia utarakan kepadaku ketika seringkali aku menanyakannya. Sebenarnya, aku tidak terlalu perduli dengan bagaimana fisik dia, karena jujur, rasa nyaman sudah jauh-jauh hari terbangun diantara kami berdua, itulah yang sering kupertanyakan kepadanya. Dan jawabannya selalu sejalan dengan apa yang kupikirkan. Karena aku yakin niat baik bisa mengalahkan semuanya untuk urusan perasaan sekalipun. Aku tetap percaya bahwa dia memang mungkin lagi sibuk, atau tidak memiliki kamera untuk mengambil gambar dia. Dan dalam cepat atau lambat, kami pasti bertemu.
Kesempatan untuk ke Jakarta pun benar-benar ada, walau tujuan utama bukan untuk menjumpai dia, tetap jadwal akan diatur dan sebisa mungkin harus bertemu. Hari itu benar-benar sesuai rencana, dan tak ada lagi yang bisa ditutupi, cia sudah lama menunggu di dalam gedung itu memperhatikan setiap lukisan yang dipajang. Aku coba hubungi untuk memastikan orang yang dihadapanku itu dia. Dan ternyata feeling ku benar, perkenalan dari awal pun terjadi dan menghabiskan sepanjang hari itu dengan dia. Rasa nyaman dengan dia semakin terasa dan aku cukup senang dia juga sepertinya merasakan apa yang kurasakan. Hari sudah malam, ketika aku harus pulang lagi ke kota ku.
“Cia, ini hari yang selalu aku tunggu, hari dimana kita bisa berbicara langsung dan saling mengejek kalau memang ada yang pantas untuk dijatuhkan. Aku senang dan sudah lama menantikan ini, tapi aku bukan orang yang dengan gamblang mengutarakan apa yang harus aku utarakan, sekalipun kita sudah sangat sering membahasnya. Aku juga tidak bisa memastikan bagaimana perasaanku saat ini, yang aku coba untuk telusuri dan mau tahu adalah, apakah kamu nyaman dengan saya?, selebihnya aku anggap hanya pelengkap. Dan semoga kita punya kesempatan dilain waktu!”.
Sebelum kakiku melangkahkan masuk kedalam bandara, satu pelukan berhasil aku dapatkan dia yang cukup membuat hatiku tenang meninggalkan dia di kota ini, dan suatu saat masih ada kesempatan untuk mengutarakan apa yang aku rasakan sebenarnya. Gadis yang dulu datang tanpa kuundang ternyata sudah mengubah perasaanku menjadi perasaan yang dipenuhi oleh warna dan rasa. Bahagia dan takut melepas dia sekalipun belum pasti jadi milikku menjadi satu kesatuan. Pikiranku makin berkecamuk hingga puluhan sms beruntun aku kirimkan dan puluhan kata maaf dan terimakasih sudah mengenal gadis baik seperti dia sudah terucap.
The End