30/04/09

*8 LASKAR TERSISA*

Terbayang nggak jika dalam satu ruangan kelas hanya terdapat 9 murid dengan kapasitas kelas 40 orang. Itulah salah satu dari sekian banyak pengalaman belajarku di SD N 177043 yang saat ini mungkin sudah dihapuskan dari daftar sekolah di Indonesia karena telah mengalami penggabungan dengan SD tetangga di desaku. Banyak hal yang mengakibatkan kenapa sekolah itu ditutup, salah satunya mengingat semakin kurangnya tenaga pengajar di desa ku, itulah mungkin yang paling kuat.
Lupakan masalah sekolahku yang sekarang tinggal atap yang belom tergoyahkan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Terdaftar mulai dari kelas satu di SD tersebut, kami mulai tahun pelajaran baru sebagai anak baru dengan kurang lebih sekitar 10 orang murid, ditambah satu orang murid yang tinggal kelas tahun ajaran yang lalu. Belajar dengan 11 orang murid dan guru yang menangani 2 kelas, kelas 1 dan 2 mengharuskan kami digabung dalam 1 kelas. Kebayang gimana susahnya memimpin 2 kelas sekaligus oleh seorang guru.
Setiap tahun selalu ada pergantian formasi murid di kelasku, karena masalah tinggal kelas dan mengulangi di kelas yang sama adalah hal yang sangat wajar di desa. Ada yang kurang ada juga yang tambah. Tapi tetap dengan jumlah yang hampir selalu sama, tidak pernah lebih dari 10 orang (setelah naik ke kelas 2). Hingga kelas 4 kami tinggal 9 orang yang bertahan dan naik kelas 5, satu orang dari kami mengundurkan diri, entah mengapa saat itu kawan ku itu tidak lagi mau melanjutkan sekolahnya. Kondisi kelas dengan sisa delapan orang murid semakin membosankan, tidak ada suara ribut, karena siapa yang ribut akan langsung dengan jelas ditandai. Kebersamaan 8 orang murid ini bertahan hingga kelas 5. Naik kelas 6 sekolah kami melakukan penggabungan murid, karena masalah kurangnya tenaga guru tersebut. Kelas 2, 4, dan 6 tetap disekolahku tapi hanya beberapa bulan. Setelah terjadi pertukaran kelas, kami pindah ke sekolah SD N 173206. sementara kela 1, 3, dan 5 yang sebelumnya di sekolah tadi pindah ke sekolahku. Kelas makin ramai, bahkan setiap orang sudah mempunyai teman sebangku, kebetulan memang di sekolah saya untuk anak yang masuknya sama dengan saya tidak sebanyak mereka. Kami terkenal karena dari setiap tahun ajaran baru, belum pernah ada kelas yang hanya dihuni 10 orang seperti kami pada awal masuk.
Bergabung dengan sekolah SD 173206 tidak membuat kami renggang dalam hal hubungan antar teman, kami tetap memiliki ikatan satu dengan yang lainnya, dan kebetulan persaingan antar sekolah dalam satu kelas sangatlah nyata. Bisa dibilang anak dari sekolahku selalu di posisi atas. Bukan karena guru kelas kami dari sekolahku tapi mungkin itulah yang harus diakui. Delapan orang yang tersisa sebelum pindah itu adalah
Saya (Rolan Pakpahan), Jumarno Pakpahan, Pance Pakpahan, Tarutung Pakpahan, Lisbet Pakpahan (GAbung di kelas 4), Pesta Pakpahan, Natalia Pakpahan (Gabung di Kelas 4), dan Rikardo Pakpahan(Bergabung di kelas 4).Dari 8 orang kami hanya 4 orang yang berhasil menyelesaikan pendidikan hingga lulus SMA, 2 tidak menyelesaikan bangku SMA, dan 2 orang lagi bangku SMP nya tidak sampai selesai. Walau agak pahit kondisi kami, itu akan tetap saya ingat dengan keberadaan kami yang sebenarnya penuh dengan tantangan. Pesta dan Natalia sekarang sudah memiliki pekerjaan yang tetap di Batam, di sebuah perusahaan swasta. Pance juga dengan kesibukannya, sementara jumarno harus menikah mudah karena tuntutan hidup, yang mengharuskan dia menjadi tulang punggung keluarganya, Lisbet juga telah menikah, tapi entah dengan marga apa, karena setelah dia menikah kami belum pernah jumpa. Rikardo tinggal di kampong membantu orang tua, sementara Tarutung, khabar terakhir yang saya dengar, dia juga sudah merantau. Satu harapanku, kami bisa bertemu lagi dan mengenang hal-hal kecil yang telah terjadi di masa lalu kami.

GADISKU,.

Sepenggal kisah tentang dia sudah terlalu banyak terurai dengan sejuta kata-kata bahagia dan imaginasi yang menjadi inspirasi akan pengertianku tentang dirinya. Pertama kali mengenal dia dengan sedikit perbedaan antara dia dengan gadis-gadis lain di masaku kala itu. Di sebuah tempat, tempat dimana banyak alumni sebuah sekolah lanjutan tingkat pertama bersaing demi satu tempat/kursi di tempat ini yang pasti akan banyak kenangan yang tercipta dengan kisah-kisah yang layak untuk diabadikan.
Bukan suatu kebetulan ketika mataku tertuju padanya yang sebenarnya dipisahkan oleh 2 selat pemisah di kelas itu. Awalnya tak ada yang menarik dari dia yang sampai saat ini belum bisa aku temui, bahkan ketika seseorang menanyakan tentang perasaanku datang dari mana, jawabanku pasti bagaikan puisi dengan kemubaziran kata-kata.
Dia lah dia, gadis yang telah membuatku bergumul lama dengan pikiran dan hatiku. Dia lah yang pertama memaksaku belajar untuk mencintai orang lain dengan separuh dari hatiku. Bukan karena apa, sebagian dari hatiku sudah lama diisi oleh orang-orang yang juga lebih dulu mengasihiku dan kukasihi, merekalah orangtua dan saudara-saudaraku. Tapi masih ada ruang bagi dia jikalau dulu dia mau mengisi kekosongan itu. Begitulah awalnya saya menafsirkan firasat hatiku yang memaksaku untuk selalu bertahan dengan posisiku hingga kini, yang selalu mencobaku ku untuk melupakan dia yang begitu indah untuk dilupakan. Jikalau ada pilihan untuk tidak perlu mengenal dia awalnya akan kupilih daripada hatiku terlalu lama bingung akan hatinya.
Dalam kebersamaan kami selama 3 tahun, terlalu banyak hal yang memaksaku untuk diam lebih awal daripada aku harus berteriak sia-sia pada akhirnya yang mengecewakan orang-orang yang pada awalnya hingga kini kuanggap orang-orang penting dalam hidupku. Mengalah sekalipun pedih menjadi pilihan terakhir yang sebenarnya tidak perlu aku pilih jika aku ingin, atau jika dulu dalam keluargaku ada sedikit penurunan warisan dalam hal tabiat pemain cinta oleh orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab atas diriku. Sayangnya, aku tak sempat merasakannya. Mungkin, jikalau dulu itu sempat, hati setiap orang tidak akan lagi aku perdulikan sekalipun dia itu sahabat. Semua hal itu, sedikit banyak mempengaruhi hubunganku dengan dia yang kukagumi entah oleh karena apa. Terkadang ku harus menjauh ketika banyak orang mempertanyakan kejelasan hatiku padanya yang sebenarnya tidak perlu diragukan oleh siapapun. Terjaga dari mimpi, itulah mungkin yang sering kali terjadi dalam hidupku sejak dia datang dengan tiba-tiba tampa kuundang. Persoalan antara aku dan dia sudah sangat terlalu jauh yang menyangkut hati, emosi dan jiwa yang mungkin orang berfikir terlalu sulit untuk memasuki sebuah scenario percintaan seperti yang kami miliki, antara aku dan dia, antara hatiku dengan hati yang mungkin tak akan pernah aku tahu apa didalamnya, walau kesempatranku sudah datang. Karena apa, entah karena hatinya telah terisi oleh sesuatu yang juga membuatnya hampir gila atau memang hatinya yang menyesali dan menangisi kehadiranku kala itu.
Dialah gadis pertama yang berhasil membuatku meluangkan waktuku berjam-jam memikirkan semua hal tentang dia. Dialah wanita yang berhasil membuatku hampir gila merangkai kata-kata indah yang hampir memaksaku untuk menjadi seseoarang yang romantis dalam khayalan, dan dialah perempuan yang hampir membuat hubunganku dengan semua pihak terlebih sahabat-sahabatku kasian akan nasib hatiku serta dialah satu-satunya gadis yang hampir membuatku tidak percaya akan arti sahabat.

29/04/09

ECONOMY IN JOURNEY,.

Medan, 22 April 2009
Sekitar pukul 17.00 wib, bus pariwisata mulai melaju dengan kecepatan yang normal, melalui serangkaian pemandangan di setiap jalanan kota medan, yang sebagian masih asing bagiku. Tapi sebelumnya, kami berangkat dari parkiran Fakultas Ekonomi USU, dengan 33 peserta, yang sebenarnya sangat jauh dari jumlah total panitia natal EKONOMI 2008. Banyak hal yang menyebabkan kenapa hanya 33 orang yang berangkat. Namun apapun alasan itu, tidak menghalangi niat kami untuk mewujudkan rencana itu. Sebelum kami berangkat, tidak lupa kami menyerahkan diri kami sepenuhnya kepada yang kuasa, dan meminta perlindungan dariNya yang empunya kehidupan kami. Medan-Siantar, kami masih lebih banyak menghabiskan waktu dengan ngobrol hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk dibahas saat itu. Selain ngobrol pemandangan di luar yang sebenarnya tidaklah asing bagiku juga menjadi sasaran, karena jelas perjalanan kali ini beda. Biasanya saya hanya dengan orang-orang sekampung dikala pulang kampong. Kali ini jelas-jelas beda dan banyak hal baru yang didapatkan. Sebagian yang lain juga sibuk beradu vocal yang sebenarnya menyakitkan, menyakitkan kuping maksudnya. Secara bukan aku yang nyanyi. Hahaha….

Siantar, Sekitar pukul 19.30
Masuk kota siantar, dengan tujuan mau belanja sebentar. Da lapar soalnya, lagian jatah makanan Alicia dan Odelio sudah habis jadi sasaran empuk bagi yang lain, mengingat hanya 2 orang itu yang persiapanya matang, sampai makanan pun tak lupa di persiapkan.
Setengah jam di sianatar, kami segere melanjutkan perjalanan, malam makin larut. Tapi kegilaan makin menjadi dengan sedikit konser kejutan yang sebenarnya mengecewakan. Karena tidak satupun lagu yang berhasil dinyanyikan dengan bagus. (Hahahaha…)
Sampai Parapat, hamper 5 Album berhasil kami nyanyikan, mulai dari album Batak, Rohani Batak, Pop Indonesia, Rohani Indonesia, sampai album barat. Tapi dari semua lagu yang dinyanyikan tak satupun yang berhasil dibawakan dengan maksimal. Begitupun sudah cukup menghiburlah.


Parapat, kira-kira pukul 21.00
Masuk kota Parapat, yang terlintas di benakku, sebentar lagi impian naik kapal segera terwujud. Walau agak takut, apalagi sudah malam dan agak mendung. Tetap saja bagiku itu jadi bagian penting yang wajar dinantikan.(Hehehee,.)
Sebelum kapal berlabuh, kami masih sempat berekspresi dengan beberapa kamera yang mungkin sengaja dibawa. Narsisme melanda ekonomi saat itu. Entah kerasukan atau memang suatu kewajaran Sesi Photo-photo berlangsung sampai kapal datang. Dan sampai duduk tenang dalam kapal, keinginan berekspresi dalam photopun tetap berlanjut. Tapi tetap saja kami tenang, karena jujur dalam hati setiap kami, tetap ada perasaan was-was, apalagi diatas danau Toba. Kata orang tidak boleh lasak, harus bisa jaga sikap. Kami pun dengan tenang menikmati jepretan beberapa photographer amatiran, Aldo dan Cerpen, serta merta menikmati suguhan kapal, lagu dan musik Batak.

TUK-TUK, Pukul 23.00
Keruwetan terjadi di tempat ini. Begitu kapal berlabuh, acara penentuan kamar menjadi masalah kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting, untung sang Ibu DENARI dengan bijak menentukan pembagian kamar secara acak dengan konsep berbaur. Acara ini lumayan lama, dan parahnya saya tidak kebagian kamar Ujung-ujungnya saya diberi hak untuk memilih. Pilihan saya jatuh ke kamar no. 22 bersama Cerpen, Leo Guntur, Odelio, Sondri yang akhirnya pindah entah kenapa. Mungkin belum terlalu cocok dengan kami. Secara di kamar itu hanya dia dari Jurusan EP. Acara berlanjut hingga di meja makan. Pihak penginapaan sudah menyajikan makan malam yang sebenarnya sudah sangat telat bagi kami karena kaminya bukan karena pihak mereka. Doa makan malam kali ini dipimpin oleh Marnop. Cukup enak makan kali ini, dengan lauk ayam semur ala tuktuk.
Malam itu gak berhenti sampai disitu, masih dilanjutkan dengan seabrek kegiatan mulai dari acara api unggun dan keakraban. Games yang menuai banyak protes dari peserta malam itu cukup membuat pihak kami sebagai panitia games kewalahan. Banyak kurangnya, mulai dari salah paham sampai ketidakpahaman kami akan games yang dijalankan. Tapi begitupun malam itu cukup meriah. Peserta dikelompokkan menjadi 4 team, POTE, JENGKOL, BALANGA, HUDON. Nama yang disengaja untut semakin mendekatkan kami yang awalnya masih kurang berbaur. Moment yang paling saya sukai di bagian games ini adalah ketika setiap teams di repotkan dengan pembuatan iyel-iyel team dalam waktu 3 menit. Hasil nya sangat diluar dugaan, semua team beradu kreatif, dan sumpah semuanya keren dan gokil abiss. Samapai-sampai kami bingung nentuin siapa pemenangnya. Tapi tetap kami harus membuat keputusan dengan menetapkan BALANGA yang memang harus diakui memang layak untuk ditahbiskan sebagai pemilik iyel-iyel yang paling keren.
Games berakhir, sebagian anggota pun mulai kelelahan dan sebagian lagi mempersiapkan semua hal untuk acara bakar ikan. Bagian ini lumayan seru, sayangnya tidak semua boleh menikmatinya karena sudah pada tidur. Itu pikiran awal ku, ternyata itu salah besar, karena anggota yang sudah tidur, tiba-tiba bangun begitu ikan-ikan sudah matang. Tau sendiri gimana repotnya Rijal, Cerven dan Mancon menghadapi permintaan pelanggan. Hahaha,.....

TUK-TUK di pagi hari.
Malamnya memang bagi beberapa orang termasuk saya, tidak ada niat lagi untuk tidur lagi, melihat jam di HP sudah menunjukkan pukul 4.30 wib, tapi udara dari danau sangat dingin memaksa saya untuk segera masuk kamar. Tapi entah kenapa mata tak bisa diajak kompromi dan perut juga saat itu dalam kondisi kurang enak. Tapi entah jam berapa pagi itu, mata saya tertutup juga. Namun hanya sebentar, mungkin hanya kira menit soalnya, tak lama setelah saya masuk kamar Leo dan Cerpen pun masuk.
Malam pun berlalu, dan saya memulainya dengan menikmati pemandangan pagi dari teras kamar. Semantara itu, Leo sudah berkeliaran menjalani sepanjang pinggiran danau depan penginapan. Mengingat badan sudah semakin gerah karena semalaman tak mandi, saya pun mutusin buat mandi, walau itu keputusan yang salah. Selesai mandi, akupun keluar ngikuti Leo menikmati pagi hari di TukTuk. Banyak nelayan yang sedang berjuang dengan sampan dan jalanya, dan ada juga yang sudah masuk danau untuk berenang pagi itu. Menikmati matahari terbit jadi satu moment yang sangat layak untuk diabadikan, karena citra juga sudah keluar kamar dan tidak lupa dengan kamera. Moment pagi itupun tak lupa kami abadikan.,
Satu per satu anggota pun bangun dan sudah siap untuk melakuakn ibadah kecil pagi itu. Karena sebelum sarapan, ada baiknya kami sarapan Firman Tuhan dulu sambil menikmati indahnya danau toba dengan sinaran matahari yang sangat menawan.
Matahari makin tinggi, semua kegiatan mulai dari naik sepeda sama, berenang sama hingga bakti sosial pun sudah dilaksanakan. Hari itupun kami keluar dari Tuk-Tuk sekitar jam 1.

Insiden Kecil.
Sebelumnya, perlu diingat sebuah insiden kecil telah terjadi di tuktuk, mungkin karena kurang hati-hati, disaat sebagian dari kami beraksi dengan sepeda mengelilingi seputaran jalan di TukTuk, Maya terjatuh dan mengakibatkan luka kecil. Itu mungkin sedikit melenceng dari rencana awal kami dan diluar dugaan kami. Hal itu sedikit banyak telah membuat suasana hati kami agak berubah, karena bagaimanapun tidaklah enak kita mengalami masalah di kampung orang. Walaupun memang kecelakan itu cukup menyakitkan, tidak banyak yang bisa kami lakukan, kami hanya bisa menyemangati dia dengan sedikit pengiburan.

TOMOK dan BATU GANTUNG.
Sekitar pukul 13.00 wib, kapal kami mulai bergerak menuju tomok. Banyak pemandangan menarik sepanjang perjalanan itu, mulai dari lalu lalangnya kapal, hingga pemandangan alam diseputar kami seperti Bukit Cinta diantara air terjun yang sudah hampir kering serta pemandangan yang serba hijau dan memukau mata untuk memandang. Singgah sejam di Tomok, sempat dikagetkan dengan uang masuk yang sebnarnya kurang resmi tapi harus kami berikan demi hunting oleh-oleh yang banyak ditemui di daerah ini. Banyak hal lucu, mulai dari hal tawar-tawaran harga hingga ajang coba-coba barang yang dijual walau tak dibeli dan juga penipuan kecil atas harga yang jauh berbeda dari toko yang satu dengan yang lain. Puas berbelanja perjalanan pun berlanjut, tapi tunggu dulu rombongan belom naik semua. Joseph dan Elida belom diatas kapal. Untung kapal belum terlalu jauh, hingga tidak ada salahnya jika kembali menjemput anak-anak nakal itu (Hehehhe..)
Satu hal yang penting sekali untuk diingat dalam perjalanan kali ini, ketika menuju BATU GANTUNG, ombak lumayan besar dan kapal agak sedikit oleng ke kanan dari awal kapal mulai jalan. Hal ini wajar jika membuat sebahagian besar penumpang ketakutan termasuk saya yang masih perdana dalam hal naik kapal. Lucunya, cewek-cewek masih santai menikmati apapun yang didepan mata, tak perduli dengan keadaan. Sementara kaum pria yang duduk di lantai dua kapal sudah mulai dengan repetan dan rasa takut kenapa tiba-tiba kapal berubah haluan kearah batu gantung. Dalam hati saya hanya bisa berdoa tidak terjadi apa-apa dalam perjalanan ini, saya tak bisa berenang man,...Rasa takut itu segera sirna begitu kapal sampai di lokasi Batu Gantung, karena pemandangan di depan masih lebih kuat daya tariknya daripada rasa takut dalam diri saya. Setelah puas dengan keajaiban kecil itu, kapal segera berputar haluan dan menuju pelabuhan di parapat.

PARAPAT (Kira-kira pkl 16.00)
Tiba di pelabuhan rasa kurang lama diatas kapal menikmati Danau Toba timbul seketika, wajar memang jika rasa rindu ingin kembali lagi datang. Tapi apapun itu, hari itu perjalanan kami harus segera dilanjutkan kembali menuju Medan. Segudang aktivitas sudah menunggu. Sebelum naik ke bus seluruh peserta diabadikan dalam sebuah karya photo yang memang sedikit hancur tapi layak sekali untuk dikenang.
Semoga ada lagi hal-hal menyenangkan seperti ini dilain kesempatan. Economy in Journey of the year ditutup juga.

Anda yang Ke....