25/04/11

Trip To Jambi.,

Sekitar pukul 4 sore dihari minggu tanggal tujuh bulan ke-6 di tahun 2010, pesawat yang saya tumpangi landing dengan selamat di kota yang akan menjadi persinggahanku berikutnya. Perasaan yang sangat luar biasa kurasakan menikmati panjangnya perjalanan hari ini, setumpuk rencana sudah ada didalam otakku mengiringi setiap detik perjalanan ku dari medan hingga sampai di kota tujuan ku. Banyak hal baru yang kulalui yang mungkin terkesan ndeso bagi siapapun yang akan mendengarnya, tapi ku berusaha serileks mungkin ketika untuk pertama kalinya dalam hidupku melangkahkan kakiku ke terminal keberangkatan Bandara Internasional Polonia Medan. Terkesan kampungan memang, tapi itulah salah satu bagian besar yang tidak mungkin akan segera bisa aku rasakan bila kesempatan besar dari perusahaan besar tersebut tidak kuterima. Mencoba untuk menjadi biasa memang terasa sulit bagi siapapun termasuk saya yang hadir dalam sebuah dunia biasa namun tetap nuansa luar biasa ada didalamnya bagi orang sepertiku. Bertahun-tahun hidup bebas di provinsi sendiri Sumatera Utara, sedari lahir kedunia dan menikmati masa-masa sekolah yang sedikit membosankan hingga kuliah dan merasakan dunia kerja yang singkat di kota Medan sudah cukup sebenarnya membuatku ingin bisa mendapatkan tantangan baru di luar daerah tempat tinggalku dibesarkan. Masa itupun tiba, jalan mendapatkan kesempatan menguji nyali pun datang dengan sebuah masa baru di sebuah kota baru yang belum ada gambaran apa-apa dibenak ku. Tapi usaha untuk mendekatkan diri dengan daerah itu sudah kucoba dari awal dengan mencari informasi terkait kota tersebut baik dari keluarga di sana ataupun informasi dari internet.

Here we go,……….
Seorang Bapak, karyawan kantor dimana tempatku akan bekerja, sudah cukup lama berdiri dengan sebuah kertas bertuliskan namaku ditangannya. Beliau yang ditugaskan untuk menjemputku hari itu, dan secara tidak langsung menjadi orang pertama yang beruntung yang aku kenal di kota ini, namanya Pak M. Sargani, sudah cukup lama bekerja di perusahaan ini, sudah ada hampir 7 tahun beliau mengabdikan diri, orangnya baik dan sangat welcome terhadap ku yang banyak melontarkan pertanyaan bernada rasa penasaran dan keingintahuan, tak nampak suasana hari minggu sore itu, mungkin karena masyarakat Kristen di kota ini tidak terlalu banyak sehingga suasana keberadaan gereja tidak terlalu terasa. Kota nya tidak begitu ramai, itulah kesan pertama yang kurasakan. Angkutan umum ada juga yang melintasi jalan umum di depan Mess kantor tempat tinggal ku sementara. Suasana mess cukup ramai dengan tamu-tamu yang belum saya ketahui dengan jelas asalnya dari mana, namun pada akhirnya saya mendapatkan informasi tentang siapa mereka dan dari mana asalnya. Kebanyakan mereka adalah supir manager-manager yang sedang melakukan perjalanan dinas ke kota ini. Kota ini tidak terlalu besar apabila dibandingkan dengan kota tempat dimana aku tinggal sebelumnya, tapi tidak terlalu kecil juga, kesanku pertama melihat kota ini punya masa depan yang gemilang kedepan, dan masih banyak sekali kesempatan bagi kota ini untuk mensejajarkan posisi dengan provinsi-provinsi lain di Sumatera. Sangat terasa nyaman dan sejuk kala itu, tidak ada lagi hawa panas seperti yang selama ini saya rasakan tiap hari di kota Medan. Kota yang menjadi persinggahan ku untuk memulai karir baru tersebut adalah Jambi, cukup familiar karena tidak begitu sulit untuk menghafalkan provinsi dan ibukotanya waktu duduk di jaman sekolah dasar dulu. Dikota ini lah pengalamanku akan bertambah baik dari cita rasa makanan, pola bicara dan tingkah laku penduduk. Tidak begitu sulit mengerti masyarakat di kota ini, karena kemajemukan daerah ini yang sudah banyak ditempati oleh masyarakat-masyarakat pendatang. Tak banyak berita criminal atau khabar buruk terdengar dari daerah ini karena memang masyarakat disini cukup layak dikatakan baik dan ramah. Tak begitu sulit bagi ku untuk bisa membiasakan diri hidup jauh dari orang tua didaerah ini, karena memang kita diberi kesempatan untuk bisa hidup mandiri dan membangun komunitas atau pergaulan yang sehat.

“Apa dio makanan ini,…
Masalah selalu saja ada dalam memulai petualangan, dan disini makanan cukup kontras perbedaannya dengan daerah-daerah di sumatera utara, too salty, sepertinya orang Jambi sangat menyukai makanan yang asin, dilidahku sangat tidak cocok sebenarnya, tapi apa boleh buat pilihan tidak terlalu banyak selain harus menikmati dan mencoba mengalah dengan keadaan. “Kalau orang lain saja bisa, kenapa aku tidak!” , begitu pikiranku diawal-awal. Walau sampai sekarang aku tidak terlalu berhasil untuk bisa menikmati secara total semua jenis makanan di kota ini tetap saja perasaan puas dan merasa bisa bertahan selama sembilan bulan, cukuplah untuk sebuah pencapaian,. Sedikit aneh memang ketika banyak orang sangat mengagungkan makanan dan masakan khas jambi seperti mpek-mpek, tempoyak dan yang lainnya, semua jenis ini tidak terlalu bisa menyatu dengan lidahku. Hanya satu yang bisa tetap aku rindukan dari semua jenis makanan di daerah ini, dan itu adalah “Mie Celor” , cukup simple bentuknya, tapi rasanya sedikit bisa disamakan dengan pocal gomak (Spagethi batak) orang batak, walau memang bagiku tetap juara pocal gomak tersebut. Masalah harga makanan, disini cukup kompak “harganya mahal”, itu yang menjadi dilema pertama, karena akan sulit bagi seorang pria yang tidak terlalu biasa dengan dapur bisa menghemat untuk urusan makanan. Oleh karena itu, tidak heran budget bulanan untuk makan saja cukup meledak bagi anak kost seperti aku. Lucu memang, kota kecil tapi tidak disertai dengan cost yang kecil. Bila kita analysis kota ini memang terlalu focus dengan perkebunan dan pertambangan, menyebabkan lahan untuk pertanian tidak terlalu besar. Jadi sebagian besar kebutuhan pangan jambi dipasok dari luar. Pilihan pun tidak begitu banyak disini, “yah kalau mau hemat masak dewek la”, begitu orang Jambi sering mengucapkannya dengan logatnya yang sedikit lucu tapi enak didengar.

Banyak kebiasaan yang harus dibawa santai di daerah ini, termasuk kebiasaan di rumah makan, terlalu repot bagi saya ketika pramusaji di semua rumah makan harus menyajikan semua menu di meja makan, ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi disini, diantaranya kemungkinan pelanggan yang lain untuk menyicipi atau sekedar menyentuh pasti ada yang mengarah pada tidak terjaminnya kebersihan makanan itu lagi. Jadi jalan keluar paling jitu bagi saya setelah beberapa hari membiasakan diri dengan kebiasaan itu namun tidak berhasil adalah kembali ke habitat awal, setiap ingin makan langsung pesan apa yang ingin saya makan.

Medan memang jagonya lah klo soal makanan,.
Banyak pilihan, aneka rasa yang tetap mengarah pada kenikmatan dan dengan kualitas makanan dan tempat yang tidak perlu diragukan. Bisa dibayangkan bagaimana serunya nongkrong di sepanjang jalan Dr. Mansyur USU yang dipadati penjaja makanan yang ringan, murah tapi nikmat. Masuk ke daerah kampus USU pun, pilihan itu semakin bervariasi, tidak akan pernah bosan dengan semua tawaran para penjaja makanan disana. Sementara kalau di daerah baruku ini, selain daerah kampus yang jauh di pinggiran kota suasana kampusnya juga tidak begitu ramai. Di lokasi lain juga tidak terlalu banyak menawarkan sesuatu yang istimewa termasuk Ancol nya jambi yang sudah bisa menjadi trademark nya jambi. Sungai batanghari yang disulap menjadi sebuah area nongkrong yang sepanjang sore sampai malam dipadati pengunjung untuks sekedar menikmati matahari terbenam atau gemercik air sungai batanghari dibawah cahaya rembulan. Tawaran jagung baker atau aneka minuman juga bisa menjadi pilihan untuk melengkapi suasana hati. Daerahnya cukup strategis di pusat pasar. Pertama kali mendengar Ancol, rasa penasaranku tidak begitu tinggi, lebih mengarah kepada lucu-lucuan teman-teman baru ku saja dikantor. Namun, tak pas rasanya jika orang jambi tidak mengetahui daerah ini. Jadi untuk lebih mematenkan status, sesekali nongkrong disana dengan teman-teman menjadi pilihan tepat untuk menghabiskan waktu. Pemandangan tidak terlalu bagus apalagi sesaat sebelum turun hujan, sungainya keruh dan berlumpur serta dipenuhi banyak sampah. Belum terlalu maksimal lokasi ini dimanfaatkan, padahal jiwa anak muda untuk menghabiskan waktu dan memiliki sarana permainan di kota ini cukup tinggi, tidak kalah la sama anak muda di medan. Singgah di sebuah kota yang menjadi daerah baru otomatis mengharuskan aku untuk mencari sebuah komnuitas masyarakat batak termasuk makananya, alhasil mencari rumah makan khusus orang Batak menjadi schedule penting yang perlu dimasukkan dalam list adaptasi. Beruntung saya mempunyai sedikit link yang bisa membantu saya mendapatkan informasi-informasi menarik yang benar-benar membantu termasuk diperkenalkan dengan orang batak yang sudah lebih dulu datang ke kota ini. Namanya andi, dialah yang mengenalkan rumah makan makanan khas batak di daerah ini, walau rasanya tidak sesempurna masakan Tesalonika atau Haleluya tetap saja rasa puas dan bangga selalu datang dikala melahap makanan tersebut. Merasa di kampung sendiri dan tidak lagi merasa sendiri Karena telah menemukan orang-orang yang minimal serumpun dengan saya.

Perjalanan pun dimulai, dunia kerja pun kumasuki dengan banyak hal perasaan bercampur jadi satu, kegundahan bahkan rasa tidak percaya diri sejalan mulai muncul menghalangi keinginanku untuk bergerak maju. Terasa sulit memang pada awalnya. Bahkan ketidaknyamanan dengan perilaku dan ketikmampuanpun mulai datang menghancurkan keinginanku untuk tinggal lama di kota ini. Kendala yang sangat fatal sebenarnya adalah ketika saya sudah tidak lagi merasa mampu dengan semua hal yang berbau perbauran dengan rekan-rekan. Usaha untuk mencari alasan yang paling tepat untuk mengindari pergolakan batin menjadi cara paling jitu namun membuatku semakin terpuruk dalam kebingungan dan ketidakperdulian. Saya ingin sekali bisa menjadi bagian dari mereka yang selalu bisa tertawa bersama membicarkan kenaikan harga cabe dan lain sebagainya. Berjalan bersama menikmati keindahan dan kelebihan yang ada di kota ini. Sebenarnya intinya ada di titik itu. Ketika siapapun sudah bisa menjadi bagian dari orang lain disaat itu juga dia akan menemukan kenyamanan yang akan mempengaruhi akan seperti apa dia kedepan. Lucu memang ketika itu, ada dorongan yang kuat dari dalam diriku yang mengharapkan saya bisa lebih besar dari apa yang saya jalani sekarang, namun kekeliruan akan penantian hari esok menjadi duri dalam dagingku yang makin hari membuatku terkurung dalam penantian panjang. Seharusnya, ungkapan mencoba dari pada tidak sama sekali seharusnya bisa menjadi jalan keluar untuk case ini. Akan tetapi tetap saja sulit dan membiarkannya menjadi sebuah cerita khusus atau mungkin bagian dari scenario perjuangan hidupku yang makin rentan dengan kerapuhan. Menjalani semuanya dengan sendiri sudah tidak asing kulakukan sepanjang hidupku, bukan karena keegoisan diriku yang tidak mau tahu dengan apa yang ada disekitarku, bahkan jikalau saja ada orang baik yang bisa menyelamatkan diriku dari kekurangan ini akan sangat muda bagiku untuk berlari menerima uluran tangannya. Namun disatu sisi keinginan besar ku untuk bangkit tidak disertai dengan action yang benar-benar real dari dalam diriku. Disinilah letak permasalahannya, semua analisa ku benar-benar terpatahkan dan tidak diterima kebenarannya. Aku pun gagal dalam hal penting ini.

Bekerja menjadi seorang pemeriksa adalah sebagian besar dari cita-citaku, namun ketidakjelasan akan apa yang akan saya kerjakan menjadi sebuah tamparan keras ketika memulai memasuki dunia yang seharusnya kumasuki di group ini. Awalnya seperti ada sesuatu yang hilang yang tadinya perlu untuk kupertahankan dalam rangka mengembangkan kemampuanku dibidang yang saya perjuangkan selama ini. Dilua dugaan memang bidang kerja yang saya gambarkan perlahan-lahan mulai surut dari benakku karena semua rutinitas yang rasanya berbeda dengan apa yang kuharapkan. Masuk dunia perkebunan dari sebuah perusahaan besar tidak serta merta membuatku nyaman dan tenang ketika semakin mengetehui apa dan bagaimana saya harus bekerja. Digabungkan dalam sebuah team kecil yang beranggotakan 3 personel ditambah 1 personel yang datang 1 bulan setelah saya. Disinilah harga diri dipertaruhkan, kepolosan dan keluguan menjadi awal dari perkenalan yang tidak begitu membuatku merasa bersalah hingga kini, karena saya tau itu semua tidak salah dan merupakan hak ku untuk menceritakan pada dunia siapa dan bagaimana saya termasuk masalah penghasilan. Sekalipun aku tidka perduli, orang-orang disekitarku tetap merasa diduakan karena masalah itu. Issue gaji memang selalu sensitive, namun bukan berarti itu menjadi satu kesempatan untuk mematahkan semangat junior yang membutuhkan panduan dan bimbingan. Panjang sudah perjalanan didunia kerja bersama dengan team yang selalu banyak menghasilkan cerita panjang dan seru, kantor terasa milik sendiri dengan semua aksi nan gila serta norak kadangkala. Tapi begitulah kami mengekspresikan gaya kebebasan tanpa ada monitor dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kami. Disinilah harga diri sebagai seorang professional dipertaruhkan, akan jadi apa saya nanti jikalau banyak orang yang memandang kami gila ekslusifitas namun sarat akan kritikan dan ketidakpercayaan dari siapapun yang berhasil menilai kami apa adanya. Menjatuhkan anggota team adalah pekerjaan biasa bagi seorang karyawan, tidak hanya disini sebenarnya, memang begitulah manusia. Bisa dua orang yang berbeda menceritakan keburukannya masing-masing kepada orang yang sama, hingga si pendengar pun bingung siapa yang benar dan terpaksa membuat penilaian sendiri atas dua pribadi yang unik namun berbahaya.

Keluar masuk kebun dan pabrik adalah rutinitas kami di kota ini, tak jarang dalam sebulan hanya seminggu waktu bagi kami untuk menikmati angin segar kota. Sisanya bergulat dengan waktu dan puluhan ribu hectare lahan sawit , belum lagi menghadapi orang-orang dan lokasi yang jauh dari keramaian serta jaringan. Mengikuti cara hidup orang kebun terkadang membuat saya bosan, namun tak ada alasan juga untuk sesekali menikmati perjalanan ke daerah-daerah yang berbeda penuh dengan hal-hal khusus dan unik serta rutinitas yang sifatnya memaksa mereka untuk selalu hidup dalam keteraturan. Berawal dari keberanian dan kebutuhan akan pekerjaan yang lebih memberikan penghasilan yang lebih disitulah awal dari semua perjalananku di daerah yang geliat perkembangannya mulai terasa dengan aneka ragam pembangunan dan kemajemukan masyarakat.

Tidak cukup banyak hal baik yang kudapatkan didaerah ini, tidak cukup berhasil juga saya mendapatkan tempat di hati masyarakat di kota ini hanya karena kekuranganku sering saya merasa tidak nyaman untuk tinggal lama di sini. Ada keinginan kuat dibalik pengharapan untuk segera mendapatkan sebuah pengalaman baru yang bisa memungkinkan aku untuk memulai segala sesuatunya dari awal demi memperbaiki jalan hidup yang lebih dinamis untuk dijalani. Sembilan bulan rasa-rasanya terlalu singkat untuk bisa menggambarkan bagaiman perjalanan panjang di kota ini akan dilakukan, namun tidak ada pilihan ketika sebuah jalan untuk melanjutkan perjalanan baru didaerah lain dibukakan yang nantinya akan menjadi bagian penting dari perjalanan karier ku selanjutnya. Tidak ada keinginan khusus untuk melakukan perubahan, hanya hasrat untuk berubah kearah yang lebih baik lagi menjadi sasaran pencapaian saya berikutnya. Daerah yang telah memberikan saya kesempatan untuk menelusuri setiap kabupaten/ kota di provinsi ini, walau hanya sekedar mengenali tidak berarti kurang bernilai untuk dikenang dalam kehidupan yang sifatnya sesaat saja. Kelemahan yang sering kali menjadi penghalang bagiku untuk menuai keberhasilan kedepan akan menjadi perhatian besar bagiku bagaimana jalan untuk meninggalkan semua kekurangan itu dan mengubahnya menjadi sebuah kekuatan.

Tak terasa masaku untuk segera meninggalkan kota ini akan segera tiba, walau sudah berbulan-bulan diundur dan menuai ketidakjelasan dari pihak atasan tetap juga masa itu datang dan harus dijalani. Jambi akan selalu di hati dan telah banyak kejadian yang membangun kekuatan karakter saya. Jatuh berulangkali dan hampir tidak ingat bagaimana untuk bangkit kembali sering terjadi dalam hidupku di kota ini dan itu akan tetap menjadi kenangan sekalipun pahit untuk menghitung-hitung nya. Di bandara inilah saya pertama kali mengenal Jambi, dan di bandara ini juga perpisahan itu akan terjadi. Tepat di pagi hari sekitar pukul 8.15 WIB, pesawat saya membawa saya meninggalkan kota bertuah ini. Walau tak banyak tawa yang tercipta tetap bahagia membawa segenggam kenangan yang layak untuk dibagikan pada semua orang yang menginginkan semangat untuk bertanding dalam semua kondisi dan rentang waktu yang tak bisa ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda yang Ke....